Wednesday, March 30, 2005

A monolog about SELF

Jakarta, 5 Februari 2005

Apa yang kau pikirkan tentang dirimu? Pernahkah engkau berpikir tentang dirimu dalam arti yang sebenarnya? Pikirkanlah.

Kau sudah lahir kira-kira pada masa internet diciptakan. Jadi, kau boleh menganggap dirimu sebagai kembaran dari suatu budaya. Suatu dunia maya yang benar-benar ada di alam semesta. Kalian, kau dan internet, adalah generasi 1985 yang persis seperti kembaran lainnya. Tumbuh, berkembang bersama. Semakin besar, semakin cerdas, semakin berpengaruh pada sekaligus dipengaruhi oleh lingkunganmu, bersama-sama.

Tunggu dulu. Apa yang membedakan dirimu dengan internet? Bahkan dua kembar identik juga punya perbedaan: mereka secara statistik demografi dihitung sebagai dua unit. Mungkin salah satu hal yang membedakanmu dari kembaranmu adalah bahwa dia sedemikian besarnya, sedemikian berpengaruhnya, sedemikian pentingnya bagi umat manusia sementara dirimu cuma menyumbang satu, satu saja dari 6 milyar lebih data statistika manusia hidup sekarang ini. Tapi, setidaknya kau tidak perlu listrik jutaan mega Watt, perangkat bergedung-gedung dan hibrida Homo sapien-keyboard-mouse untuk dianggap ada di Bumi. Kau cuma perlu sekumpulan sel yang cukup bodoh untuk membentuk kecerdasan kolektif yang bernama kesadaran diri.

Ya, kesadaran diri. Kau, makhluk dari ras Homo sapien yang mengklaim kecerdasan tertinggi di tata surya Matahari dan sembilan planetnya, yang ternyata tidak sendiri dalam hal kepemilikan kesadaran diri. Masih ada orang utan dan simpanse, para kerabatmu. Mengapa lantas kau harus mengerti tentang segala celoteh ini? Ini dia kukatakan kepadamu.

Sesekali, berpikirlah sambil becermin. Anggaplah kau sekeren idolamu. Wajah rupawan, kulit terawat, tubuh terbentuk padat bebas lemak. Anggaplah kau sepintar juara kelas di sekolah atau mahasiswa dengan IPK 4,00. Tapi tahukah kau, tubuhmu itu hanya kumpulan makhluk kecil yang terlalu kecil untuk matamu yang tajam cemerlang. Kau hanya kumpulan sel. Sel saja yang penting! Lihatlah badanmu. Rasakan otakmu di dalam batok kepalamu. Gerakkan sedikit dahimu. Akankah kau percaya jika ternyata kemampuanmu untuk menggerakkan dahi dan kemampuan lain termasuk kesadaran akan dirimu, hanya tercipta dari ketiadaan? Ya, benar. Ketiadaan, kekosongan. Itulah asal dari segenap pengetahuan manusia, tanpa kecuali. Apa yang kau tulis dalam lembar jawaban di sekolah, reaksimu ketika bola melayang cepat ke wajahmu, perasaan melayang pada kencan pertama, cita-citamu pada umur lima tahun, SEMUA tersimpan sebagai ingatan DI ANTARA sel-sel dalam otakmu. Apa yang ada di antara sel-sel otak? Tidak ada apa-apa disana!

Kau sudah mengerti makna di balik semua di atas itu? Belum? Baiklah. Ini jalan singkatnya. Kapanpun kau merasa “lebih” dari seseorang ataupun sesuatu, ingat saja kalau kau bukan apa-apa. Hal yang membuatmu merasa “lebih” hanya datang dari kekosongan. Demi Tuhan, secara harfiah kau memang bukan apa-apa!

No comments: