“Lu??? Jadi
Fulbrighter? Kok bisa?”
Ya, itulah kata-kata salah seorang teman kuliah ketika mengetahui
saya lulus beasiswa Fulbright untuk sekolah Master (S2) di Amerika Serikat. Saya
tahu betul dia tidak bermaksud merendahkan karena dia tahu betul mahasiswa
macam apa saya ini ketika dulu kuliah S1.
Teman saya itu berkata-kata demikian karena dia mengetahui
dua fakta. Pertama: saya adalah mahasiswa-pemalas-tukang-bolos-dengan-IPK-pas-pasan-yang-lulus-karena-doa-dan-belas-kasihan-ribuan-orang.
Fakta kedua: Fulbright adalah salah satu beasiswa paling bergengsi (dan paling
memanjakan) yang ditawarkan buat orang Indonesia. Jadi dia bingung; kok bisa…?
Tulisan ini bukan untuk menjawab misteri Ilahi tersebut. Tulisan
ini saya maksudkan sebagai kilas balik setelah menjalani salah satu proses
seleksi terlama yang pernah saya alami: satu setengah tahun, man! Kayaknya cuma Nabi Syuaib AS yang
pernah ikut seleksi lebih lama daripada seleksi Fulbright ini…(kalau saya nggak
salah ingat kisah Nabi Syuaib AS, beliau itu dulu disuruh kerja sekitar 10
tahun sama seorang bapak baru dia boleh menikahi anak perempuan bapak itu). Syukur-syukur
jika ada yang bisa mengambil manfaat dari tulisan saya ini.
Mari kita mulai flashback
ini….
Part 1.
April 15th:
The Date You Really Must Remember!
Satu setengah tahun yang lalu saya mulai mengikuti proses
seleksi beasiswa Fulbright untuk tahun keberangkatan 2013. Proses itu dimulai pada
awal 2012 ketika perwakilan AMINEF (American
Indonesian Exchange Foundation, www.aminef.or.id)
mulai berkeliling Indonesia untuk menyebarkan informasi tentang beasiswa Fulbright
yang mereka tangani. Mbak Adeline, staf AMINEF yang kebagian datang ke kampus
saya, mengatakan syarat utama pendaftar Fulbright haruslah:
-
IPK S1 3,00
o
Saya: IPK
S1 = 2,91; IPK profesi = 3,32. Kalau dirata-ratakan = 3,115. Nyarisss…
-
Bisa memimpin
o
Saya: mantan
ketua OSIS SMP-SMU & ketua ekskul bantuan medis di kampus. Cukup meyakinkan…
-
Mengerti budaya Indonesia & budaya dunia
o
saya: nggak
bisa bahasa daerah manapun, tapi saya ikut tim tari dan tim paduan suara waktu
SMP dan SMA. Don’t ask.
-
Menunjukkan komitmen di bidang yang diminati
o
Saya:
komitmen terbukti dengan menjadi mahasiswa 7 tahun.
-
Mau pulang ke Indonesia kalau program sudah
selesai.
o
Saya: mau
bangetlah, siapa yang nggak kangen sama coto Makassar, sop buntut, mie Aceh,
dan segambreng makanan Indonesia yang enak-enak itu.
-
Bahasa Inggris nggak jelek-jelek amat (kalau ITP
minimal 550; IBT minimal 79, IELTS minimal 6,0)
o
Saya: berkat
nonton DVD sewaan SETIAP MALAM selama kuliah, nilai TOEFL ITP saya di atas 550.
Lumayannnn….
Jadi dengan kondisi demikian, saya iseng-iseng mendaftar
beasiswa tersebut. I mean, siapa sih
yang nggak mau sekolah gratis, di Amerika pula?! Dengan semangat iseng-iseng (karena
tidak yakin bisa lulus seleksi pertama) saya mulai melengkapi daftar dokumen
yang harus dikirimkan ke AMINEF. Semuanya ada di formulir seleksi pendahuluan yang
saya unduh dari situs AMINEF.
Ada belasan program beasiswa yang ditawarkan, mulai dari yang
buat pertukaran pelajar SMU, pertukaran mahasiswa S1, beasiswa S2, beasiswa S3,
beasiswa penelitian S3, banyak banget deh pokoknya. Saya fokus ke Master’s
Degree program karena memang saya baru lulus S1. Itupun Master’s degree
scholarship ada macam-macam; ada yang
untuk umum, ada buat yang berasal dari Papua, ada yang khusus bidang eksakta,
ada yang kerjasama dengan DIKTI (DIKTI = Direktorat Pendidikan Tinggi à ini khusus buat dosen
dan duitnya dari Pemerintah Indonesia, bukan dari Pemerintah AS), dan
lain-lain. Untuk setiap program ada deadline mengirimkan berkas. Yak, betul
deadline program saya adalah tanggal 15 April 2012.
Formulirnya menyuruh saya melengkapi dokumen seperti hasil
TOEFL/ IELTS, rekomendasi dari atasan atau dosen waktu kuliah dulu, sama Study Objective (SO). SO ini yang
paaaaaaaaaaaaaaaallllllllllllllllliiiiiiiiiiiiiinnnnnnnggggggggggg penting.
Saking pentingnya, saya disuruh revisi SO sampai 6 kali sama staf AMINEF. Ini
demi kebaikan pelamar juga sih, soalnya SO inilah yang akan dikirim ke universitas-universitas
di Amerika dan menjadi salah satu alasan kuat penerimaan (atau penolakan) lamaran
tersebut.
Ada banyak tips membuat SO Fulbright di internet. Tips yang
paling penting: JANGAN COBA-COBA COPY-PASTE
STUDY OBJECTIVE ORANG LAIN!!! Di negara kita, hal ini sangat sering
diacuhkan oleh pihak yang berwenang. Tapi di Amerika, copy-paste = plagiarisme
dan kultur mereka sangat membenci plagiarisme. “Trus, gimana dong??? Mana saya
dulu tiap kali bikin makalah minimal seperempatnya ngopi punya temen…”
Tenang, kawan. Niat baik harus diikuti langkah baik pula. Saya
juga dulu termasuk mahasiswa yang paling malas bikin makalah. Untungnya mbak
Adeline ngasih semacam “insider tips” buat kita-kita yang mau nyusun Study
Objective buat ngelamar Fulbright. Here
they are:
- -
MAKSIMUM 1 (SATU) HALAMAN. They can’t stress this enough. Kenapa? Ada puluhan ribu pelamar Fulbright
dari seluruh dunia. Kalau SO kita lewat dari 1 halaman, jangankan dibaca, SO
kita bakal langsung di-skip…
- -
Uraikan alasan spesifik mengenai hal berikut:
o
Kenapa kita memilih program studi/ bidang itu
o
Kenapa bidang itu cocok dengan latar belakang
pendidikan kita
o
Kenapa harus di AS. Berikan ALASAN RASIONAL dan
BUKAN MENJILAT.
§
Ini contoh alasan rasional: saya mau ke AS
karena penemuan terbaru di bidang X yang saya minati diteliti oleh Profesor Y
yang bertugas di universitas Z di Amerika Serikat.
§
Ini contoh menjilat: saya mau ke AS karena AS
adalah negara paling maju, paling hebat, paling banyak penerima Nobel-nya,
paling ini, paling itu, karena Presiden Obama pernah masuk SD di Menteng (apa coba?!)…
-
- Uraikan cita-cita/ rencana keterlibatan dalam
masyarakat Indonesia sepulang studi nanti. Jelaskan apa sih manfaat menerima
beasiswa Fulbright bagi diri pribadi kita, bagi institusi, bagi masyarakat di
wilayah kerja/ tempat tinggal kita dan bagi masyarakat Indonesia pada umumnya.
-
- Kembali ke tips nomor 1: MAKSIMUM SATU (1)
HALAMAN.
Jadi untuk membuat agar semua informasi
tadi muat diketik dalam 1 halaman, bisa menarik minat orang Amerika yang SAMA
SEKALI nggak mengenal kita maupun kualitas pribadi kita tanpa kita perlu datang
bawa kue, oleh-oleh ataupun sesajen, memang butuh putar otak dan banting
tulang.
O ya, the last thing about SO.
Make sure your SO is written in the MOST PERFECT English! Minta bantuan keluarga,
teman, atau siapapun itu yang kamu yakin bahasa Inggris-nya tidak ada cacatnya.
Kalau perlu bayar penerjemah tersumpah untuk meng-Inggris-kan SO kamu.
Kedengarannya susah? Bung, ini belum
apa-apa! Ini sama sekali belum apa-apa!
Ada kalimat sakti yang terus
menerus saya putar ulang di kepala selama satu setengah tahun terakhir: “mau sekolah gratis di Amerika yang emang
harus berjuang kayak gini. There’s no such thing as a free lunch!!!”
Dokumen lain yang tidak kalah
penting adalah rekomendasi. Di tahap
ini, kita cuma diminta memasukkan rekomendasi dari satu orang. Boleh atasan di
tempat kerja saat melamar, boleh juga dosen kita saat kuliah dulu. Kalau kamu
pernah minta rekomendasi sama “orang penting” kamu pasti pernah dengar kalimat
ini, “Ya sudah, mana rekomendasinya saya tandatangan, isinya kamu tulis
sendirilah!” Da*n! Disuruh mengarang-tapi-tidak-bebas lagi….
Maksud saya begini: kalau di
rekomendasi itu kita terlalu memuji diri, pasti langsung ketahuan kalau yang
menulis rekomendasi itu bukan orang yang menandatanganinya. Tapi kalau kita 1000%
objektif menilai diri sendiri, kita bakal menulis berbagai kekurangan kita yang
mungkin bakal bikin penyeleksi mikir 1000 kali buat nerima lamaran kita. Jadi
kuncinya ada di pemilihan kata-kata.
Saya nggak bisa menjelaskan ini dengan
baik karena kamu harus mengalami sendiri pergulatan batin dalam memilih
kata-kata yang pas buat dituliskan di rekomendasi itu. Ingat, para penyeleksi di
AS bakal membaca rekomendasi itu dan akan MENILAI KUALITAS KITA DARI SITU SAJA,
setidaknya untuk permulaan.
Ingat juga bahwa kalau kamu lulus
seleksi berkas awal, kamu akan diminta 2
rekomendasi tambahan lagi. Jadi, jangan menuliskan SEMUA keunggulan kamu
yang kamu rasa betul-betul ada di dirimu dalam satu rekomendasi. “Tabunglah” sebagian
keunggulan itu buat dimasukkan dalam 2 lembar rekomendasi berikutnya. Rekomendasi
saya dari siapa saja? Yang pertama dari Dekan tempat saya bekerja, yang kedua
dari Wakil Dekan II (Bagian Kepegawaian, Logistik &Keuangan) tempat saya
bekerja, dan yang ketiga dari profesor yang dulunya adalah Wakil Dekan Urusan
Kerjasama dan Pengabdian Masyarakat di tempat saya kuliah.
Sebagai dokumen tambahan,
boleh-boleh saja kamu masukkan fotokopi semua piagam/ sertifikat/ dokumen apapun
yang menjadi BUKTI KEGIATAN EKSKUL SELAMA KULIAH (piagam dari jaman kamu TK
nggak perlu dimasukkan, bisa-bisa nanti ada ratusan lembar). Kalau mau masukkan
piagam aslinya juga boleh sih, tapi jangan harap piagam itu dikembalikan sama
AMINEF.
Kalau formulir sudah terisi
lengkap, SO sudah rapi-jali, rekomendasi sudah “sempurna ketidaksempurnaannya”,
sertifikat TOEFL sudah di tangan, dan piagam sudah dikopi; berkasmu JANGAN
CEPAT-CEPAT DIKIRIM! Buat semua dokumen kamu dalam 2 rangkap: 1 rangkap
dikirim, 1 jadi arsip pribadimu. Kalau perlu buat juga arsip digitalnya (simpan
semua file/ hasil scan dokumen).
JANGAN MENGIKUTI KESALAHAN SAYA. Ada
dua kesalahan besar saya:
1.
1. Saya nggak kepikiran buat nyimpan arsip berkas
pertama ini. Belakangan saya menyesal karena lupa apa yang sudah saya tulis di
SO & di rekomendasi, piagam apa yang sudah saya kirim, de el el, de es be.
Jadi, BUAT ARSIP!
2.
2. Saya melewati deadline. Karena kebiasaan menunda-nunda yang kronik dari jaman
kuliah, saya baru mengisi formulir, menyusun SO, mengkopi PADA MALAM TANGGAL 15
APRIL 2012, yang ternyata adalah hari Minggu!!! Hari Minggu = nggak ada jasa
pengiriman yang buka. Goblok kan? Jadi, KERJAKAN DARI AWAL!
Hanya Allah Yang Maha Kuasa yang meluluhkan
hati para staf AMINEF agar mau menerima berkas saya yang baru dikirim tanggal
16 April, padahal nyata-nyata tertulis di situs mereka, “Late or incomplete application will not be considered!”
Sekian dulu cerita saya untuk part
1 ini. Kalau saya nggak malas ngetik, saya bakal buat part-part selanjutnya
yang sudah saya lalui dalam 1,5 tahun terakhir, yaitu:
-
- Wawancara Fulbright
-
- Seleksi berkas tahap II
-
- Tes TOEFL-IBT, GRE & GMAT.
-
- Memilih universitas di Amerika
-
- Menunggu jawaban dari Amerika
-
- Pre-departure Orientation
-
- Menunggu keberangkatan
See you when I see you :P
3 comments:
trimakaksih informasinya dok :)
assalamualaikum ka. nama saya vela baru lulus s1 bulan agustus kemarin saya tertarik untuk ikut fullbright, bisa minta alamt e-mailnya ka spaya bsa langsung bertanya mengenai fullbright.. thanks before ka.
assalam ka, nama saya vela saya bru lulus s1 bulan agustus kemarin , setelah baca blognya saya tertarik untuk mengikuti fullbright , boleh minta emailnya ka spaya bisa lngsung berkomunikasi mengenai fullbright.. thanks b4 ya ka..
Post a Comment