Sunday, October 14, 2012
Kutukan Chairil
Waktu awal masuk SMA, saya iri sama teman-teman SMP yang ramai-ramai lanjut ke SMA favorit di kota sementara saya masuk SMA di dusun, di antara dua jurang dan dua sungai.
Waktu awal masuk kuliah, saya cemburu sama teman-teman SMA yang seru-seruan berbagi pengalaman jadi MABA di universitas yang sama & di kota yang sama sementara saya cuma sendiri kampus saya, di kota tempat saya merantau.
Pas lulus kuliah, saya ngiler melihat teman-teman kuliah mulai bekerja atau sekolah lagi di almamater kami, di kota megapolitan tempat semuanya ada, yang baik-baik apalagi yang buruk-buruk. Garis tangan saya malah memulangkan kembali ke kampung halaman di saat teman-teman lama sudah pindah satu-persatu dari tempat ini. Sepi lagi, sepi lagi.
Entah karena kebetulan atau memang "hasil intipan masa depan", puisi berjudul Aku (di beberapa buku judulnya Semangat) karangan Chairil Anwar yang dari kecil saya hapal memang menceritakan si Chairil yang mengambil jalan "sepi". Dia penyair yang satu-satunya bermodel "begitu" pada zamannya. Tidak ada yang menyerupai dia atau mengikuti jalan yang dia tempuh dalam dunia kepenyairan. Intinya, Chairil Anwar adalah orang yang jalan hidupnya selalu sepi, tidak ikut mainstream.
Saya hapal puisi itu pada usia kira-kira 5 tahun. Pada saat itu saya belum tahu jalan hidup saya akan sepi juga. Mungkin saat itu saya bisa menghapalnya karena jalan hidup saya ternyata selaras dengan puisi itu. Mungkin juga sih cuma kebetulan. Bagaimanapun, tiap kali saya melihat ke belakang, mau tak mau puisi Aku itu yang menjadi realitas dalam kehidupan saya.
Makassar, 22 Oktober 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment