Jakarta, 25 April 2008
Terbangun jam setengah dua malam dalam keadaan belum mandi dan dunia yang terlelap. Sungguh lama sensasi ini tidak datang kepadaku yang sibuk dalam terangnya pagi. Sungguh lama sudah aku tak mendengar apa yang dikatakan embun pagi. Sungguh lama sudah Sampidra tak bercakap dengan dini.
Dan lagi-lagi, para wanita datang. Tidak, bukan ke dalam kamar bau ini, melainkan ke pikiran kosong yang masih setengah terbangun. Ke dalam jiwa yang secara refleks menyalakan komputer dan mendengarkan siaran radio tengah malam tanpa penyiar.
Wanita pertama datang melalui sms yang dikirimnya padaku sejak dua malam berturut-turut. Kuyakin itu bukan sms apa-apa, sekedar memberikan semangat dalam perjalanan panjang yang akan segera berakhir. Tapi karena tidak ada wanita lain yang melakukan hal itu, entah kenapa perlakukan itu membuatku merasa istimewa. Entahlah, kurasa ini hanya maifestasi lain dari kesendirian kronik yang kuidap.
Oh, tidak, radio sialan itu memutar lagu Reza feat. Masaki Ueda – Biar Menjadi Kenangan. Pilihan lagu yang sangat tepat untuk menyindirku. Menyindir aku yang membatu dalam kenangan akan wanita kedua yang juga datang malam ini. Yang mungkin akan kutemui dalam 2-3 hari ke depan. Yang telah membuatku menertawai diri setelah 4 tahun berkubang sendirian dalam harapan kosong. Yang kini terpampang jelas di hadapanku seperti semeja makanan yang dihidangkan pada orang yang tidak lagi lapar.
Dan yang ketiga datang menumpang rasa lapar. Mengingatkanku pada dua makan malam bersamanya. Makan malam, lalu jalan-jalan bersama, lalu mengantarnya belanja, lalu pulang bersama; ahh, betapa mungkin semua mengipasi percikan hangat yang kini jadi bara. Tak tahu apa yang akan terjadi seandainya bara itu terus dikipasi jadi api...
No comments:
Post a Comment